Mik.umsida.ac.id – Kantin kampus bagi mahasiswa dan civitas akademika, merupakan tempat yang tidak hanya menyediakan makanan.
Tetapi juga ruang interaksi sosial dan jeda di antara kesibukan akademik.
Namun, penelitian yang dilakukan oleh Jamilatur Rohmah S Si M Si, Chylen Setiyo Rini S Si M Si dan Siti Cholifah S ST M Keb.
Dosen D-IV Teknologi Laboratorium Medis dan Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), justru mengungkap fakta yang menggelisahkan.
Dari 35 sampel makanan jajanan yang diambil dari kantin kampus 1, 2, dan 4, sebanyak 71,43% terbukti terkontaminasi bakteri Escherichia coli (E. coli).
Berdasarkan rangkaian uji perkiraan, penegasan, dan pelengkap yang dilakukan menggunakan metode Total Plate Count (TPC) dan Most Probable Number (MPN) .
Angka tersebut bukanlah sekadar statistik laboratorium.
Ia adalah alarm keras bahwa warga kampus menghadapi risiko kesehatan yang nyata setiap kali mereka membeli makanan di kantin.
Baca Juga: Sains Skate Support, Solusi untuk Performa Atlet Karya Dosen Umsida Raih Juara 1 KISI 2025
Jajanan Kampus dan Risiko Penyakit Bawaan Makanan

Dalam uraian pendahuluan penelitian, E. coli dijelaskan sebagai bakteri indikator pencemaran yang menjadi penyebab utama penyakit bawaan makanan, termasuk diare, infeksi saluran cerna, hingga keracunan makanan.
Pada beberapa kasus, infeksi E. coli bahkan dapat menyebabkan dehidrasi berat jika tidak ditangani dengan tepat.
Keberadaan E. coli dalam makanan biasanya menandakan adanya masalah sanitasi serius, baik dari sumber air, penjamah makanan, maupun peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan.
Maka temuan 71,43% pada kantin kampus Umsida menandakan situasi yang lebih mengkhawatirkan lagi, mengingat mahasiswa adalah kelompok usia produktif dengan mobilitas tinggi yang sangat bergantung pada konsumsi cepat di kantin.
Beban aktivitas kuliah, organisasi, praktik laboratorium dan magang membuat mereka sering kali tidak sempat memilah makanan yang lebih aman.
Kondisi ini memperbesar potensi terpapar bakteri patogen dan menjadikan kantin kampus sebagai titik risiko yang tidak disadari.
Baca Selengkapnya: Riset Umsida Ungkap Pentingnya Ergonomi dan K3 bagi Lansia yang Masih Aktif Bekerja
Lingkungan Kantin dan Sumber Kontaminasi: Ancaman yang Tidak Terlihat

Berdasarkan isi penelitian, sumber kontaminasi makanan tidak berdiri sendiri.
Bahan makanan, peralatan, tangan penjamah makanan, hingga wadah penyajian sama-sama berpotensi menjadi media berkembangnya bakteri.
Peneliti juga menegaskan bahwa makanan yang tidak ditangani dengan benar dapat menjadi media penyebaran penyakit seperti disentri, tifus, hingga kolera.
Meski kasus keracunan makanan belum pernah dilaporkan secara resmi di Umsida, potensi tersebut tetap ada dan nyata.
Hasil laboratorium menunjukkan variasi kontaminasi yang cukup ekstrem.
Beberapa sampel memiliki jumlah koloni yang “tak terhingga”sebuah istilah laboratorium untuk sampel yang koloninya terlalu banyak untuk dihitung.
Ini mengindikasikan bahwa beberapa makanan benar-benar tidak layak konsumsi karena beban bakteri yang tinggi .
Bahkan pada uji pelengkap menggunakan media EMBA, peneliti mendapati koloni berwarna hijau metalik yaitu ciri khas pertumbuhan E. coli yang kuat.
Temuan-temuan visual ini memberikan gambaran bahwa kontaminasi tidak hanya terjadi dalam skala ringan, tetapi sudah meluas pada sebagian besar makanan yang diuji.
Di tengah lalu lintas mahasiswa yang padat setiap hari, kondisi kantin yang ramai dan terbatasnya pengawasan membuat risiko kontaminasi makin sulit dikendalikan.
Cek Juga: Menjaga Rahasia Pasien di Era Digital dan Tantangan Etika Data Kesehatan
Pentingnya Pengawasan, Edukasi, dan Tindakan Preventif

Penelitian ini tidak hanya berhenti pada hasil laboratorium.
Pada bagian kesimpulan, para peneliti menekankan bahwa penjamah makanan harus memiliki kontrol higienitas yang lebih ketat, termasuk kebersihan tangan, penggunaan alat bersih, serta penyimpanan makanan pada suhu yang tepat.
Di sisi lain, pihak kampus perlu memperkuat kebijakan sanitasi kantin dengan melakukan:
- inspeksi berkala,
- pelatihan higiene bagi penjual makanan,
- peninjauan kualitas air yang digunakan,
- kewajiban penggunaan wadah makanan yang tertutup,
- serta audit sanitasi rutin.
Semua langkah tersebut amat diperlukan untuk menekan risiko kontaminasi berulang.
Bagi mahasiswa, kesadaran terhadap makanan yang mereka konsumsi menjadi aspek penting dalam menjaga kesehatan.
Memilih makanan yang masih panas, menghindari jajanan yang dibiarkan terpapar udara, serta memperhatikan kebersihan peralatan penyajian adalah langkah kecil yang dapat mengurangi risiko infeksi bakteri.
Lebih jauh lagi, penelitian ini membuka ruang diskusi mengenai pentingnya pelibatan program studi kesehatan, seperti TLM, dalam program pemantauan keamanan pangan kampus.
Integrasi ini tidak hanya meningkatkan keamanan warga kampus tetapi juga menjadi sarana edukasi kesehatan bagi mahasiswa lintas prodi.
Melalui penelitian ini memiliki dasar kuat untuk melakukan langkah preventif dan korektif terhadap pengelolaan kantin.
Karena kesehatan warga kampus bukan sekadar tanggung jawab penjual makanan tetapi tanggung jawab seluruh komunitas akademik.
Sumber: Riset Jamilatur Rohmah S Si M Si & Tim
Penulis: Elfira Armilia















