Fikes.umsida.ac.id – Stunting masih menjadi ancaman serius bagi perkembangan anak di Indonesia, termasuk di Kabupaten Mojokerto yang mencatat angka prevalensi cukup tinggi. Melihat urgensi ini, tim pengabdian dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Fikes Umsida) hadir di Desa Sukosari, Kecamatan Trawas, untuk menjalankan gerakan edukasi pencegahan stunting berbasis komunitas.
Baca Juga: HIMA MIK Umsida Gelar MIKCAMP 2025, Dorong Optimalisasi Diri Penuh Inspirasi
Kegiatan ini bukan sekadar sosialisasi, tetapi juga membangun kesadaran kolektif masyarakat agar lebih peduli terhadap gizi dan kesehatan anak.
Membangun Kesadaran dari Akar Rumput

Masalah stunting di Desa Sukosari bukan sekadar persoalan gizi, melainkan juga keterbatasan informasi dan pemahaman masyarakat. Berdasarkan data, terdapat tujuh anak di desa ini yang terindikasi stunting. Tim pengabdian menjadikan fakta ini sebagai titik awal gerakan edukasi.
“Hal yang terjadi di masyarakat Desa Sukosari adalah ibu-ibu kurang memahami pentingnya asupan gizi pada anak dan kurangnya informasi yang diberikan oleh pihak kesehatan desa,” terang tim pelaksana dalam laporannya.
Untuk mengubah kondisi ini, tim merancang program edukasi yang dirancang menyentuh langsung lapisan masyarakat, terutama ibu hamil dan ibu dengan balita.
Edukasi pencegahan stunting ini dikemas melalui sosialisasi pentingnya gizi pada anak, pembagian brosur dan poster infografis tentang stunting, hingga diskusi interaktif yang memudahkan masyarakat memahami dampak stunting dan cara pencegahannya.
Langkah awal dimulai dengan persiapan materi dan desain media informasi. Poster dan brosur dibuat dengan tampilan menarik, menampilkan ide makanan sehat dan bernutrisi, serta penjelasan sederhana mengenai stunting. Media ini tidak hanya diserahkan kepada kader posyandu, tetapi juga ditempel di Pustu agar informasinya dapat menjangkau seluruh warga.
Edukasi Interaktif yang Menggerakkan Masyarakat
Kegiatan inti berlangsung pada 6 Februari 2024 di Balai Desa Sukosari dan dihadiri 45 peserta, mayoritas ibu hamil dan ibu yang memiliki balita. Tim menyampaikan materi secara lugas, mulai dari definisi stunting, dampaknya terhadap tumbuh kembang anak, hingga pola makan sehat yang terjangkau.
“Edukasi stunting melalui sosialisasi mengenai pentingnya gizi dan nutrisi ibu dan anak melibatkan masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki balita maupun batita,” jelas laporan tim.
Tak hanya menyampaikan teori, kegiatan ini juga dilengkapi dengan contoh konkret menu sehat yang mudah diadopsi, seperti sop wortel dan susu kedelai.
Kedua menu ini dipilih karena kaya nutrisi, mudah dibuat, dan bahan-bahannya terjangkau. Tim menjelaskan bahwa asupan gizi yang seimbang adalah kunci untuk mencegah stunting sejak dini.
Interaksi dengan peserta menjadi salah satu kunci keberhasilan program ini. Tim mengajukan pertanyaan sederhana di akhir sosialisasi untuk mengukur pemahaman, dan mayoritas peserta mampu menjawab dengan tepat. Hal ini membuktikan bahwa penyampaian materi berjalan efektif.
Selain itu, pembagian poster dan brosur dilakukan bersamaan dengan kegiatan posyandu, sehingga pesan pencegahan stunting tersampaikan pada momen yang relevan.
“Dengan menggabungkan poster dan brosur yang infografis, kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi seimbang dan pencegahan stunting akan meningkat,” ujar tim.
Dampak Nyata dan Harapan Ke Depan Melalui Edukasi Pencegahan Stunting
Tak berhenti pada tahap sosialisasi terkait edukasi pencegahan stunting, tim melakukan evaluasi pada 8–10 Februari 2024 dengan cara door to door ke rumah warga yang memiliki bayi baru lahir. Kegiatan ini didampingi bidan desa, bertujuan memantau kesehatan bayi sekaligus memberikan edukasi tambahan kepada ibu nifas tentang perawatan diri dan bayi untuk mencegah stunting.
“Follow up perkembangan yang dilakukan dapat menambah pemahaman ibu hamil mengenai pentingnya perawatan diri pasca persalinan serta perawatan bayi,” jelas tim pengabdian.
Hasilnya terlihat jelas setelah melakukan edukasi pencegahan stunting: tingkat pengetahuan peserta meningkat signifikan dibandingkan sebelum sosialisasi. Berdasarkan post-test, pemahaman terkait stunting, ciri-cirinya, hingga contoh makanan bernutrisi mengalami lonjakan positif.
Program edukasi pencegahan stunting ini menjadi bukti bahwa pendekatan berbasis komunitas mampu menggerakkan kesadaran kolektif. Dengan melibatkan kader posyandu, bidan desa, dan masyarakat secara langsung, pesan tentang pentingnya gizi dan pencegahan stunting dapat menjangkau target yang tepat.
Baca Juga: SVM Tingkatkan Akurasi Deteksi Epilepsi Hingga 100 Persen Berbasis Data EEG
Gerakan edukasi pencegahan stunting di Desa Sukosari membuktikan bahwa perubahan dimulai dari kesadaran masyarakat itu sendiri. Melalui sosialisasi, media edukasi yang menarik, dan pendampingan langsung, warga menjadi lebih paham pentingnya gizi seimbang bagi anak.
Diharapkan, upaya seperti ini tidak berhenti pada satu desa saja. Jika direplikasi di wilayah lain, bukan mustahil angka stunting di Indonesia akan turun secara signifikan. “Diharapkan kegiatan ini akan membantu masyarakat memahami pentingnya nutrisi yang baik untuk ibu dan anak dalam mencegah stunting,” tutup tim pelaksana.
Sumber: Auliyaur Rabbani
Penulis: Novia