sumber pexels dwt

Keunggulan Metode DWT-SVM dalam Klasifikasi Iktal Epilepsi Berbasis Sinyal EEG

MIK.umsida.ac.id – Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang paling umum di dunia, memengaruhi sekitar 50 juta orang. Penyakit ini ditandai oleh kejang berulang, yang dikenal sebagai iktal, yang diakibatkan oleh perubahan mendadak fungsi listrik di otak. Kejang epilepsi, yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, gerakan tak terkendali, hingga kehilangan ingatan sementara, sangat memengaruhi kualitas hidup penderita.

Baca juga: Sukses UKOM 2024, Prodi MIK Umsida Cetak Mahasiswa Kompeten di Bidang Kesehatan

Dalam bidang medis, deteksi dan prediksi kejang epilepsi melalui sinyal EEG (Electroencephalogram) menjadi tantangan besar. Sinyal EEG yang bersifat acak dan tidak stasioner sulit untuk dianalisis secara manual. Untuk itu, diperlukan metode otomatis yang mampu meningkatkan akurasi deteksi iktal epilepsi, serta meminimalisasi kesalahan analisis manual. Artikel ini memaparkan penggunaan metode Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Support Vector Machine (SVM) dalam klasifikasi iktal epilepsi berbasis sinyal EEG yang diambil dari dataset CHB-MIT EEG, sebuah dataset publik yang berisi data sinyal EEG pasien dari Children’s Hospital Boston.

Keunggulan Metode Discrete Wavelet Transform (DWT)

DWT adalah salah satu metode pemrosesan sinyal multiresolusi yang memiliki keunggulan dalam memilah sinyal berdasarkan komponen frekuensi yang berbeda. DWT memungkinkan analisis sinyal secara detail dan menyeluruh melalui dekomposisi pada beberapa level, sehingga setiap komponen frekuensi dapat dievaluasi dengan presisi tinggi. Pada penelitian ini, sinyal EEG dari 24 pasien dipecah menjadi empat dekomposisi sinyal, di mana fitur yang diambil mencakup nilai maksimum, minimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi. Empat nilai fitur ini menjadi input untuk proses klasifikasi menggunakan metode SVM.

Keunggulan utama dari DWT adalah kemampuannya dalam menangkap perubahan frekuensi yang signifikan pada sinyal EEG. Dalam konteks deteksi epilepsi, hal ini sangat penting karena sinyal EEG selama kejang (iktal) dan tidak dalam kejang (interiktal) memiliki perbedaan signifikan dalam hal frekuensi dan amplitudo. Dengan DWT, perbedaan ini dapat diidentifikasi secara jelas, sehingga memudahkan proses klasifikasi.

Akurasi Tinggi dengan Kombinasi DWT-SVM

Support Vector Machine (SVM) adalah salah satu algoritma machine learning yang paling banyak digunakan dalam pengenalan pola, termasuk dalam mendeteksi kejang epilepsi. Pada penelitian ini, SVM digunakan untuk mengklasifikasikan sinyal EEG berdasarkan fitur-fitur yang dihasilkan oleh metode DWT. Tiga model kernel yang diuji dalam proses klasifikasi adalah kernel linear, radial, dan sigmoid.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa kombinasi metode DWT dan SVM mampu memberikan akurasi klasifikasi yang sangat tinggi, terutama pada percobaan pertama dengan 90% data latih dan 10% data uji. Pada percobaan ini, akurasi klasifikasi mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa metode DWT-SVM sangat efektif dalam mengidentifikasi pola iktal dan interiktal pada sinyal EEG. Bahkan pada percobaan dengan pengurangan data latih hingga 70%, akurasi klasifikasi masih tetap tinggi, yaitu sekitar 90%.

Keunggulan lain dari metode ini adalah kecepatan komputasinya. Meskipun dataset yang digunakan cukup besar, yakni mencakup 24 kasus pasien dengan sinyal EEG yang direkam selama 10 detik, proses ekstraksi fitur dan klasifikasi tetap dapat dilakukan dengan efisien berkat penggunaan fitur yang sedikit namun relevan.

Tantangan dan Implikasi Praktis

Meskipun hasil uji coba menunjukkan akurasi yang sangat tinggi, terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan dalam implementasi metode ini. Pertama, akurasi klasifikasi sangat dipengaruhi oleh jumlah data latih yang digunakan. Semakin banyak data latih yang digunakan, semakin tinggi pula tingkat akurasi yang dicapai. Oleh karena itu, untuk implementasi di dunia nyata, penting untuk memastikan ketersediaan data latih yang cukup.

Kedua, variasi kernel pada SVM tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan akurasi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam klasifikasi sinyal EEG untuk deteksi epilepsi, pemilihan kernel SVM bukanlah faktor penentu utama, melainkan jumlah data latih yang lebih berperan penting. Implikasi praktis dari temuan ini adalah bahwa dalam pengembangan sistem deteksi epilepsi berbasis EEG, fokus utama harus diberikan pada pengumpulan dan pengolahan data latih yang representatif.

Selain itu, penelitian ini juga membuka peluang untuk pengembangan lebih lanjut dalam deteksi penyakit neurologis lainnya menggunakan sinyal EEG. Metode DWT-SVM dapat diadaptasi untuk mendeteksi gangguan otak lain yang memiliki pola sinyal EEG spesifik, seperti Alzheimer atau gangguan tidur.

Penelitian ini membuktikan bahwa metode DWT-SVM mampu memberikan akurasi yang tinggi dalam klasifikasi iktal epilepsi berbasis sinyal EEG. Dengan akurasi mencapai 100% pada percobaan pertama, metode ini menunjukkan potensinya sebagai solusi efektif dalam deteksi kejang epilepsi secara otomatis. Keunggulan utama dari metode ini terletak pada kemampuan DWT dalam mengekstraksi fitur sinyal EEG secara efisien, serta efektivitas SVM dalam mengklasifikasikan sinyal dengan akurasi tinggi.

Dalam konteks pengembangan teknologi kesehatan, metode DWT-SVM memiliki potensi besar untuk diimplementasikan dalam alat diagnostik epilepsi berbasis EEG, yang dapat digunakan oleh tenaga medis untuk meningkatkan akurasi deteksi dan prediksi kejang epilepsi. Dengan demikian, metode ini tidak hanya memberikan kontribusi signifikan dalam bidang penelitian, tetapi juga memiliki dampak praktis yang besar dalam dunia medis.

Sumber: Umi Khoirun Nisak Extraction of EEG Signal Recording Features using Discrete Wavelet Transform (DWT) Method For Classification Of Ictal Epilepsy

Penulis: Ayunda H